Teknologi Dripping Irrigation Dari China Mampu Meningkatkan Produktivitas Tebu
Ada yang menarik perhatian begitu menjejakkan kaki di area perkebunan tebu milik Guangken Sugar Group, anak perusahaan GuangDong Agribusiness Corporation Group. Sebuah perusahaan negara di bawah Kementerian Pertanian China.
GSG merupakan perusahaan gula terintegrasi dari hulu hingga hilir, mulai dari budidaya, pengolahan, hingga pemasaran produk. Baik dalam bentuk gula maupun hasil sampingnya.
Kelebihan GSG dalam mengelola perkebunan tebunya adalah menggunakan mekanisasi.
Dalam bidang irigasi, GSG mengembangkan sistem irigasi model dripping atau irigasi tetes yang dikontrol otomatis oleh komputer. Jaringan irigasi model dripping berada di tengah hamparan lahan tebu.
”Dengan adanya irigasi tetes, produktivitas tebu bisa dinaikkan 20 ton per hektar,” ujar Wakil Direktur Biro Pertanian Zhanjiang Huang Guogiang, pertengahan Februari lalu.
Irigasi model tetes sangat membantu di China. Maklum, topografi China tidak seperti Indonesia. Meski lahan banyak hamparan, pasokan air irigasi model tradisional, seperti memanfaatkan dam atau bendung, tidak akan bisa menjangkau ke semua area pertanian.
Tanpa merancang sistem irigasi yang sesuai kondisi lingkungan, produksi tanaman tebu tidak akan optimal. Beda dengan di Indonesia. Iklim di Jawa relatif tegas, kecuali belakangan ini hujan berkepanjangan.
Sebelumnya, Oktober-Maret musim hujan, sedangkan April-September musim kemarau. Pola iklim tegas sangat memudahkan teknis budidaya. Apalagi pada masa-masa pemasakan, tebu tidak banyak butuh air agar rendemen gula tinggi.
Di area tebu milik GSG di Zhanjiang, Guangdong, pasokan air terbatas. Meski pada saat pemasakan kondisi ini sangat membantu, tetapi mengganggu pada saat pertumbuhan karena kurangnya pasokan air. Irigasi model tetes dapat mengatasi masalah kekurangan air.
Mengairi lahan 30 hektar
Sistem irigasi ini mampu menjangkau dan mengairi tanaman tebu seluas 30 hektar. Menurut Wu Guizhou, Director Foreign Economic Office GDA, irigasi tetes beroperasi selama 18 jam, setara dengan curah hujan 30 mm per hari.
Zhang Li Fu, Deputi Kepala Produksi dan Teknologi Zhanjiang State Farm Bureau, mengatakan, prinsipnya bagaimana menyedot air dari dalam tanah atau dari sumber lain, lalu dipompa untuk menyiram tanaman tebu.
Di sepanjang bentangan pipa horizontal terdapat selang atau pipa kecil yang disusun vertikal dan dirancang khusus. Ketika air bertekanan melewatinya, langsung disemprotkan ke segala arah.
Agar mampu menjangkau pengairan hingga 30 hektar di sekelilingnya, bentangan pipa itu bisa diputar, dengan poros utama tetap pada saluran isap. Sistem pemutarnya tidak menggunakan cara otomatis, tetapi mekanis. Ditarik oleh kendaraan yang dirancang khusus.
Ini mungkin dilakukan karena di sepanjang bentangan pipa, pada jarak 10-15 meter, dipasang tiang-tiang penyangga beroda. Roda-roda itulah yang ditarik berputar, menjangkau hamparan tanaman tebu.
Menurut Wu Guizhou, investasi yang dibutuhkan sekitar 1 juta yuan (Rp 1,4 miliar) untuk peralatan dan penggalian sumur. Sistem irigasi bisa menggunakan tenaga listrik ataupun generator berbahan bakar solar.
Dengan mengadopsi sistem irigasi tetes, peningkatan produktivitas terjadi sangat nyata. Kalau tanpa ada irigasi, tanaman tebu hanya mengandalkan pasokan air hujan. Dalam situasi iklim tak menentu seperti sekarang, itu merupakan hambatan.
Sebelum ada irigasi sistem dripping, produktivitas per hektar tanaman tebu di GSG hanya 90 ton per hektar. Dengan irigasi tersebut, produktivitas bisa ditingkatkan hingga 110 ton.
Alat panen
Mesin pemanen tebu (harvester) yang dirancang khusus juga sangat menarik perhatian.
Jika ingin memanen, mesin pemangkas tebu tinggal diarahkan pada lajur tanaman. Roda bergerak di lajur yang kosong. Jika mesin tinggal dijalankan, tanaman tebu secara otomatis terpangkas, terpotong-potong dalam ukuran tertentu, dan dipisahkan dari sampah daun.
Sebuah truk mengiringi jalannya mesin pemanen. Bak truk diarahkan tepat di bawah lubang pemasok tebu dari mesin pemanen hingga bak truk terisi tebu hasil panen. Truk yang berisi tebu langsung meluncur ke area penampungan, selanjutnya dibawa ke pabrik gula.
Begitu mesin pemanen selesai bekerja, mesin pembalik lahan langsung jalan. Mesin membalikkan lahan di sekitar rumpun tebu dan menimbunnya, sementara sampah tertimbun secara otomatis dan langsung dapat dijadikan pupuk.
Tidak banyak tenaga manusia yang dibutuhkan. Hanya perlu dua-tiga orang untuk mengoperasikan mesin pemanen dan truk pengangkut. Selain lebih cepat, penggunaan mesin pemanen juga sangat efisien.
Dirut PT Industri Gula Nusantara Kamadjaya mengatakan, sistem irigasi dan mekanisasi dalam pemanenan tebu ini sangat cocok diterapkan di area perkebunan tebu yang datar dan kerap mengalami kekeringan.
Di Indonesia, sistem seperti ini bisa dikembangkan di luar Jawa karena di sana banyak tempat yang memungkinkan dilakukan sistem pengairan secara modern. Apalagi lahan yang tersedia masih sangat luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar